Monday, September 8, 2008

MENANGGULANGI KEMISKINAN : KEMARIN, HARI INI, DAN ESOK



Kemiskinan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah besar jatuh-bangun bangsa ini. Kemiskinan menjadi problema utama pemerintahan Republik Indonesia, dari sejak berdiri hingga saat ini. Belum ada solusi komprehensif yang mampu diciptakan sebagai upaya penanggulangan kemiskinan. Seharusnya ini menjadi sebuah tanda tanya besar, bagaimana negeri yang telah berusia 63 Tahun, ternyata tidak mampu keluar dari kubangan kemiskinan. Pertanyannya kemudian, adakah kemiskinan ini adalah sebuah kondisi psikologis masyarakat Indonesia yang bersifat taken for granted, ataukah kemiskinan merupakan sebuah proses struktural dari pemerintah (Lebih tepatnya; pemiskinan) terhadap rakyatnya, di tengah tuntutan mempertahankan kekuasaan?


Kemiskinan : Kecelakaan, atau Kesengajaan?


Kemiskinan menjadi alasan yang sempurna rendahnya Human Development Index (HDI), Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. Secara menyeluruh kualitas manusia Indonesia relatif masih sangat rendah, dibandingkan dengan kualitas manusia di negara-negara lain di dunia. Berdasarkan Human Development Report 2004 yang menggunakan data tahun 2002, angka Human Development Index (HDI) Indonesia adalah 0,692. Angka indeks tersebut merupakan komposit dari angka harapan hidup saat lahir sebesar 66,6 tahun, angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas sebesar 87,9 persen, kombinasi angka partisipasi kasar jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi sebesar 65 persen, dan Pendapatan Domestik Bruto per kapita yang dihitung berdasarkan paritas daya beli (purchasing power parity) sebesar US$ 3.230. HDI Indonesia hanya menempati urutan ke-111 dari 177 negara (Kompas, 2004). Kondisi kesejahteraan rakyat secara umum masih memprihatinkan. Jumlah rakyat miskin masih cukup banyak, dan tidak mengalami perubahan secara signifikan meski berbagai usaha telah dilakukan. Malah menurut BPS, jumlah rakyat miskin di tahun 2006 meningkat menjadi 39,05 juta orang dari tahun sebelumnya yang berjumlah 35 juta orang. Di tahun 2007, meski pemerintah melalui BPS mengumumkan jumlah penduduk miskin turun menjadi 37,17 juta orang atau 16,58 persen dari total penduduk Indonesia selama periode bulan Maret 2006 sampai dengan Maret 2007, tapi Bank Dunia menyatakan jumlah penduduk miskin di Indonesia tetap di atas 100 juta orang atau 42,6%. Ini didasarkan pada perhitungan penduduk yang hidup dengan penghasilan di bawah USD 2/hari/orang, dari jumlah penduduk Indonesia 232,9 juta orang pada 2007 dan 236,4 juta orang pada 2008.


Menanti Political Will dan Keberpihakan : Tantangan Pemerintah Selanjutnya


Cukup rasanya rakyat Indonesia divonis terus-terusan berada di bawah garis kemiskinan oleh berbagai survey. Harus ada langkah segera yang dilakukan oleh pemerintah selanjutnya. Yakinlah, dari sekian banyak politisi di negeri ini, masih ada beberapa yang bisa kita titipkan harapan kepadanya. Dari sekian banyak ilmuwan di Indonesia, masih ada dari mereka yang berbuat tidak untuk diri dan golongannya, tapi untuk bangsa ini ke depan. Mereka inilah yang pada saat ini berada di pinggi kekuasaan. Masih idealis dan penuh dengan ide-ide segar.


Terlalu banyak sebenarnya kebijakan yang sudah dikeluarkan pemerintah, dari sekedar pengendalian gizi buruk sampai dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Di Sektor pendidikan, pemerintah mencanangkan program Biaya Operasional Sekolah (BOS) untuk membantu rakyat yang tidak mampu mengakses pendidikan. Dengan kata lain, jika yang menjadi indikator adalah banyaknya program, maka sudah banyak program yang dikeluarkan oleh pemerintah. Masalahnya adakah dari sekian banyak program itu yang berjalan secara efektif dan benar-benar mampu menanggulangi kemiskinan? Kenyataan menunjukkan sebaliknya. Program yang dikeluarkan oleh pemerintah lebih banyak merupakan lips service kepada masyarakat. Bagaimana tidak, dengan segudang program pemberantasan kemiskinan, di sisi lain pemerintah juga mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang sama sekali tidak berpihak kepada rakyat. Kenaikan BBM menjadi bukti nyata ketidakberpihakan pemerintah terhadap rakyatnya. Imbas terbesarnya adalah kebutuhan rakyat semakin melambung tinggi, tidak sebanding dengan apa yang mereka terima dari program-program yang dijalankan pemerintah tersebut.


Keberpihakan dan Political Will. Mudah diucapkan namun sulit sekali dijalankan. Namun dua hal itulah yang saat ini hilang dari para pengambil kebijakan di negeri ini. Pertama, bahwa keberpihakan harus menjadi cara pandang pemimpin negeri ini dalam mengambil kebijakan untuk rakyatnya. Benar bahwa ia akan berhadapan dengan kekuatan Internasional yang akan menghadangnya. Benar bahwa ia akan berhdapan dengan mafia-mafia di negeri ini. Keberpihakan pada rakyat adalah modal dasar menghadapi itu semua. Kedua, adanya Political Will. Kebijakan yang dijalankan hanya sebagai lips service dan komoditas politik belaka tidak akan pernah mampu menyelesaikan masalah. Kemauan Politik akan menjadi ruh yang menghantarkan pemimpin untuk mempu menyeleseaikan berbagai masalah rakyatnya.

Ya Tuhan, Lindungilah Kami

Bukan terhadap Pedang atau Tombak, Tapi terhadap harapan kami..

No comments: