Tuesday, September 9, 2008

RAMADHAN DAN LAHIRNYA ERA KEPEMIMPINAN MORAL

.....Demokrasi bisa tertindas sementara

karena kesalahannya sendiri, tetapi

setelah ia mengalami cobaan yang pahit,

ia akan muncul kembali dengan keinsafannya...”

(Muhammad Hatta dalam Demokrasi Kita)


Indonesia akhir-akhir ini secara fisik dan metafisik benar-benar tercabik. Lahir dan batinnya merana juga gundah. Harapan kesejahteraan rakyat yang berkumandang seiring cita-cita Indonesia merdeka, kini seakan tinggal kenangan. Kumandang dan gebyar kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus yang lalu berasa hambar dan seakan hanya menjadi penegas kesengsaraan bangsa ini.Ada apa dengan kita? sebenarnya, bukan karena ketiadaan niat baik, atau semacam political will dari para pemegang kebijakan, juga bukan karena ketiadaan program aksi yang konnkrit dan riil, terutama bagi rakyat yang selalu menjadi pelanduk yang selalu mati di tengah-tengah. Kita tidak meragukan itu semua yang berupaya untuk memberikan obat yang mujarab bagi rakyat yang sedang sakit-sakitan. Akar masalahnya terletak pada tidak adanya pemerataan plus kesombongan, kepongahan. Kita tidak pernah kekurangan konsep dan program aksi. Hanya saja konsep dan program aksi yang disusun selalu penuh dengan syahwat keserakahan, syahwat kekuasaan yang membawa dampak eksploitasi besar-besaran terhadap rakyat dan hak-hak mereka. Titik jenuhnya adalah pada kerapuhan konstruksi bangun Indonesia yang kemudian menghantarkan pada krisis yang sedemikian berkepanjangan hingga saat ini.


Ada kecenderungan sikap batin rakyat hampir seragam sebagai kesan negatif terhadap kondisi yang semakin tidak menentu. Kecenderungan sikap batin tersebut berkenaan dengan perasaan trauma dan juga kekhawatiran akan kondisi yang tidak beranjak menuju titik perbaikannya. Kita –rakyat Indonesia- dipaksa untuk menerima dan mentolerir segala penyelewengan yang dilakukan baik secara individu maupun berjamaah oleh para pemimpin alias elit politik kita. Ketulian dan kebutaan kita terhadap kebobrokan sistem yang dibentuk oleh penyimpangan secara individu mereka yang ada di dalamnya, seakan melegitimasi semuanya; korupsi yang semakin menggila, pejabat publik yang semakin jauh dari rakyatnya, kebutuhan dasar rakyat yang selalu dijadikan komoditi, hingga tertutupnya akses publik terhadap hak-hak dasar mereka(kesehatan, pendidikan, dll). Maka mari bertanya untuk apa sebenarnya negeri ini ada? Untuk siapa negeri ini memproklamirkan kemerdekaannya? Dimana kemanfaatan Demokrasi Pancasila yang kita anut?


............


Salah satu pra syarat menggawangi proses konsolidasi demokrasi di Indonesia adalah menghadirkan pemimpin yang merakyat dengan basis integritas moral yang tinggi. Konsolidasi demokrasi di Indonesia, sebagaimana terlihat dari berbagai aspek penyelenggaraan negara yang nyatanya belum responsif terhadap upaya pembentukan good governance dan clean goverment, bukan lagi sekedar berada dalam bahaya re-Orbaisme, melainkan, lebih dari itu, berada dalam bahaya ketidakmmampuan (uncertainty) sosial, ekonomi, dan politik1. Penyebab ketidakmenentuan sosial, ekonomi, dan politik itu adalah akibat “ketidakhadiran” pemimpin yang merakyat dalam batin masyarakat Indonesia. Dalam hal ini, tepat rasanya apa yang dikatakan Muhammad Natsir; “ketika pemimpin bangsa ini berada dalam pilihan antara melaksanakan amanat rakyat atau menyelewengkan, maka pilihannya jatuh pada pada penyelewengan amanat rakyat”2.


Inilah kiranya masalah yang kita hadapi. Dalam kondisi serba tidak menentu, ternyata bangsa ini dipimpin oleh para pemimpin yang tidak mempunyai kejelasan visi tentang penyelenggaraan negara. Pemimpin-pemimpin yang tidak saling bersinergi untuk menyelenggarakan visi program yang telah dirancang oleh amanat rakyat. Dan juga pemimpin yang tidak mempunyai orientasi kepemimpinan mengenai demokrasi politik (transparansi, tanpa represi, akuntabilitas, perimbangan kekuasaan, dll). Energi mereka lebih banyak dihabiskan untuk mengurusi persoalan pribadi dan kelompoknya ketimbang urusan bangsa dus komitmen yang mulai pudar terhadap usaha untuk menyelematkan bangsa ini dari kubangan krisis yang makin menganga. Dengan runutan tadi, jelas juga wajar kiranya kalau kemudian yang terjadi adalah visi yang tidak berpihak kepada rakyat, program aksi yang tak lebih dari sekedar formalitas dilakukan, serta hahncurnya tata-moral bangsa ini dari semua sisi. Salah satu konsekuensi dari pola kepemimpinan demikian adalah bahwa kekuasaan menjadi tak terkontrol. Padahal kekuasaan yang tak terkontrol cenderung menimbulkan berbagai bentuk penyelewengan.


Selain itu, masyarakat menjadi lemah, dan demokrasi yang diperjuangkan menjadi ala kadarnya. Oleh karena itu, jika pemilu dipandang masih bisa memberi harapan, salah satu tolok ukurnya adalah mampu tidaknya pemilu tersebut memotong gaya kepemimpinan orang kuat itu untuk selanjutnya memberdayakan masyarakat secara politis, sosial dan ekonomi, sehingga menjadi masyarakat yang kuat. Secara tidak langsung masyarakat tentu saja berperan besar dalam memilih karakter kepemimpinan, karena akan sangat berhubungan langsung dengan hajat hidup masyarakat. Oleh karena itu mdel kepemimpinan demikian harus segera diganti. Harus segera didekonstruksi. Saatnya kepemimpinan moral menggantikan semuanya. Kepemimpinan moral berkiprah secara independen dan melakukan semuanya dengan visi besar yaitu pengabdian kepada rakyat. Pengabdian kepada mereka kaum tertindas dan terpinggirkan. Kepemimpinan moral adalah model kepemimpinan yang desain gerakannya merupakan manifestasi dari integritas moral, leadership, transparan, akuntabel, dan tidak segan untuk langsung bersentuhan dengan problema-problema mendasar yang ada pada rakyat. Dengan demikian, diharapkan akan segera lewatlah zaman di mana masyarakat yang secara politik lemah (politically powerless) hanya menyandarkan diri pada orang-orang kuat yang secara politik kuat (politically powerful). Di dalam masyarakat yang transparan dan disertai kontrol yang ketat atas kekuasaan itu diharapkan bahwa yang akan lahir dan tumbuh nanti bukan lagi "orang-orang kuat" yang mahir menekan rakyat, melainkan "masyarakat kuat" yang mampu memperjuangkan kepentingan anggota-anggotanya secara adil dan demokratis.


..........

Ramadhan tahun ini akan segera menyapa kita. Akan segera mengajak kita untuk berfleksi atas apa yang telah kita lakukan, atas sejauh mana komitmen kita untuk dapat merubah diri sendiri, juga sejauh apa yang sudah kita lakukan untuk perbaikan masyarakat. Namun, Ramadhan tahun ini terasa lebih spesial di Banyumas. Ramadhan tahun ini seakan menjadi sedemikian penting mengingat tak lama setelahnya, kita akan menghadapi agenda besar yang pertama kali di Kabupaten Banyumas; Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati secara langsung. Sebuah proses –meminjam istilah Ahmad Thohari- penyerahan mandat rakyat kepada pemimpinnya. Sebuah proses seleksi kepada orang-orang terbaik yang akan diberi amanah maha berat untuk memimpin masyarakat keluar dari krisis berkepanjangan. Hajat besar ini tentu saja menjadi sedemikian strategis untuk mereka yang hari ini bercita melakukan perubahan. Tentu saja kita berharap Pilkada bukan sekedar melahirkan pemimpin yang lagi-lagi Polytical powerfull dan kemudian menciptakan masyararakat yang Pollytical powerless.


Mari sekedar mengamati dan melihat kenyataan proses Pilkada langsung yang sudah dijalankan di Indonesia. Dari sekian banyak proses tersebut banyak yang kemudian melahirkan pemimpin yang ternyata tidak jauh lebih baik, bahkan bisa jadi lebih buruk. Bahkan Bupati pertama hasil Pilkada langsung, yaitu H.R Syaukani, Bupati Kutai Kartanegara, hari ini harus mendekam di penjara dikarenakan tersangkut kasus korupsi. Tidak sedikit dari mereka yang sekarang mengikuti jejak Bupati Kutai tersebut dikarenakan kasus yang kurang lebih sama dengan judul; penyelewengan kekuasaan. Terbaru yang mungkin hadir di depan kita adalah kasus yang menimpa Bupati Garut, juga hasil dari Pilkada langsung yang tentu saja menelan biaya yang tidak sedikit.


Maka mari strategiskan Ramadhan kali ini. Sudah cukup rasanya semua penyelewengan hadir dan menyapa tanpa kita bisa berbuat apa-apa untuk merubahnya. Maka momentum Ramadhan tahun ini rasanya tepat kalau kemudian dijadikan semangat bersama untuk melakukan perubahan besar di Banyumas ini. Tentu saja Ramadhan ini harus menjadi bulann penegasan kita bahwa sudah saatnya lahir era kepemimpinan moral. Era kepemimpinan yang mendambakan terciptanya pemerintahan yang bersih dan dekat dengan rakyatnya. Saatnya kita mengawal semua proses regulasi kepemimpinan dijalankan dengan semua prosedur yang ada dengan meminimalisir, bahkan menghilangkan semua penyelewengan yang ada. Hendaknya selain menjadi bulan untuk menjadi Refleksi kita semua, maka Ramadhan tahun ini bisa juga menjadi sarana aksi kita untuk masyarakat, mulai menyadarkan masyarakat sekitar akan pentingnya memilih pemimpin yang benar-benar mempunyai integritas moral yang tinggi, juga kapabilitas kepemimpinan yang mumpuni. Insya Allah..


Barangsiapa berniat Hijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka nilai hijrah itu berdimensi illahiyah dan rasuliyah. Barangsiapa berniat hijrah karena ingin memperoleh dunia dan karena perempuan yang hendak dinikahinya, maka nilai hijrah hanya menjadi sesuatu yang menjadi tujuannya itu”.

(HR Bukhari Muslim)






1 Piet H. Khaidir, Nalar Kemanusiaan, Nalar Perubahan Sosial, Penerbit Teraju, 2006.

2 Deliar Noer, Memperbincangkan Tokoh-tokoh Bangsa, dalam Natsir : Suatu Kenangan Tersendiri. Pustaka Mizan, 2001

2 comments:

Kiky said...

Assalamu'alaikum...

Hm...first let me say it's kinda honour for me to give d first comment in your blog.... =)

Second probably my comment will not reflect on what u had wrote...(ini asas kepatutan aja mas, karena udah baca ya kasi komen,,hehehe...)

Third of all (this is the hardest part...) mm.... i guess this blog will be really helpfull for people who are searching for the reference...It's good...It's true..but then that's not all, ni juga punya impact "pangsa pasar" jadi terbatas mas....(hehe....)

So...let me say that this blog pretty good, but then my mind is limited to give more oppinion bout ur written....(it's true...take serious time to read ur blog...berat...i mean it)

=)

But this is very great to be more updated, kinda theraphy???....

Keep on writing mas iko....

Wassalmu'alaikum...

Shinta ar-djahrie said...

Assalammualaikum,
salut bwt semangat ngeblognya!!! keep writing!!!
At first, i wanna say happy fasting, hopefully we r be "mutaqqien" people.


Hemh... refleksi yang "iqo bangetzzz".. he3. Sebuah refleksi ramadhan yang memiliki batas pandang cukup luas. Sebuah persuasi politik yang menarik (two thumbs up 4 u bro!!)

Jd inget mas, kmrn2 (waktu aq "ribut" nanyain no kontaknya asistennya Mardjoko. Eh, malemnya bang bupati trnyta "curhat" (ya bukan sama nta langsung sieh...). Tapi setidaknya nta berfikir seandainya om Mardjoko baca nieh blog. Mungkin akan jadi spirit tersendiri ditengah kecamuk permasalahan yang sedang dihadapinya saat ini.

Jadi pemimpin nggak mudah, tp qta emang diciptakan untuk jadi pemimpin (nah lho???gmna tuh???he3)

Ok-lah, panjang lebarnya bisa disambung next time.
Oya, kl buka blogqa pk domain co.cc susah, buka aj pk ntacaholic.blogspot.com .

Salut buat semangat ngeblognya, sampe2 semua orang disuruh comment (maklum...blog baru..jadi buth coment.he3.. Ntar kl dah mrasakan comment yg nyuruh nutup blog...baru deh keblingsatan => yes...akhirna w dpt nemuin "stupid side" dari si "bung iqo" ini.he3...)

Kalo nggak klik aja banner yg ada di profile FSqu (yg tulisanna nta d'kriux).

ok, GBU.

wassalam